Selasa, 27 Oktober 2015

Wabah

wabah

KARYA : PRIE  GS

PARA PEMAIN

PIMPINAN / KEPALA
WAKIL KEPALA
ISTRI WAKIL
BAPAK
IBU
DOKTER
ORANG Ke 1
ORANG Ke 2
ORANG Ke 3
ORANG Ke 4

MUSIK RIUH. DI SEBUAH KAWASAN YANG TENGAH DISERANG SAMPAR / BENCANA. ORANG-ORANG PADA PANIK. PANGGUNG TERANG. SEBUAH KELUARGA TENGAH RUNYAM MENGHADAPI ANAKNYA YANG SEKARAT TERSERANG WABAH.

001. Ibu          :  (nangis) Sudah aku bilang. Program pembatasan anak itu mengerikan, pakne.

002. Bapak    :  (panik) Berdoaaa… bune… berdoaaa…

003. Ibu          :  Berapa lama aku harus berdoa. (mendekati ke anak) Berapa lama aku harus memohon kesembuhanmu, Nak. Tapi berapa lama ibumu harus ragu. Jangan-jangan doa hanyalah gambaran dari rasa takut. Kalau kita tidak takut, doa itu tidak kita perlukan lagi.

004. Bapak    :  Astaga … Bune ! Kamu sudah kesurupan apa ?

005. Ibu          :  (marah) Tidak ! Sejak aku menjadi istrimu, rasa-rasanya doa yang kau ajarkan tak pernah benar-benar menampakan bentuknya. Mulutmu berdoa tapi hidupmu tidak !

006. Bapak    :  Aku ? Cuma aku ? Ini soal anak bune ! Bicara soal anak adalah bicara soal persekongkolan. Sebuah simbiosis ! Kalau kamu dulu menolak aku ajak persekongkolan tentu dia tak akan lahir !

007. Ibu          :  Kenapa kamu menolak hasil dari persekongkolan yang benar-benar persekongkolan ! Kamu mertanggung ! Kamu mau enaknya sendiri ! Kamu mau membatasi anak karena menghitung untung rugi beranak, seperti lintah darat menghitung rente bunga harian. (nada meninggi) Kamu yang kesurupan. Kamu laki-laki pengecut !

008. Bapak    :  (sedikit senewen lalu mendekati anaknya yang nangis) Tidak, Nak ! Ibumu sedang stress. Percayalah ! Kami masih berdoa untuk kesembuhanmu ! Baik yang sunah maupun yang wajib turut kami pacu. Percayalah ! Karena hanya penderitaan yang membuat kami intens berdoa.

009. Ibu          :  Buktikan saja, Nak ! Buktikan doa-doa khusuk bapakmu ! Tuhan pasti akan geli mendengar doa kodian semacam itu.
                                              

010. Bapak    :  (marah) Bune ! Anak kita sedang bertaruh antara hidup dan mati. Kita sedang dalam keadaan darurat. Lupakan sejenak kalau kita sedang beda pendapat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar