wabah
KARYA : PRIE GS
PARA PEMAIN
PIMPINAN / KEPALA
WAKIL KEPALA
ISTRI WAKIL
BAPAK
IBU
DOKTER
ORANG Ke 1
ORANG Ke 2
ORANG Ke 3
ORANG Ke 4
MUSIK RIUH. DI SEBUAH KAWASAN YANG TENGAH DISERANG SAMPAR /
BENCANA. ORANG-ORANG PADA PANIK. PANGGUNG TERANG. SEBUAH KELUARGA TENGAH RUNYAM
MENGHADAPI ANAKNYA YANG SEKARAT TERSERANG WABAH.
001. Ibu : (nangis) Sudah aku bilang. Program
pembatasan anak itu mengerikan, pakne.
002. Bapak : (panik) Berdoaaa… bune… berdoaaa…
003. Ibu : Berapa lama aku harus berdoa. (mendekati
ke anak) Berapa lama aku harus memohon kesembuhanmu, Nak. Tapi berapa
lama ibumu harus ragu. Jangan-jangan doa hanyalah gambaran dari rasa takut.
Kalau kita tidak takut, doa itu tidak kita perlukan lagi.
004. Bapak : Astaga … Bune ! Kamu sudah kesurupan apa ?
005. Ibu : (marah) Tidak ! Sejak aku menjadi
istrimu, rasa-rasanya doa yang kau ajarkan tak pernah benar-benar menampakan
bentuknya. Mulutmu berdoa tapi hidupmu tidak !
006. Bapak : Aku ? Cuma aku ? Ini soal anak bune ! Bicara
soal anak adalah bicara soal persekongkolan. Sebuah simbiosis ! Kalau kamu dulu
menolak aku ajak persekongkolan tentu dia tak akan lahir !
007. Ibu : Kenapa kamu menolak hasil dari persekongkolan
yang benar-benar persekongkolan ! Kamu mertanggung ! Kamu mau enaknya sendiri !
Kamu mau membatasi anak karena menghitung untung rugi beranak, seperti lintah
darat menghitung rente bunga harian. (nada meninggi) Kamu yang kesurupan.
Kamu laki-laki pengecut !
008. Bapak : (sedikit senewen lalu mendekati anaknya yang
nangis) Tidak, Nak ! Ibumu sedang stress. Percayalah ! Kami masih
berdoa untuk kesembuhanmu ! Baik yang sunah maupun yang wajib turut kami pacu.
Percayalah ! Karena hanya penderitaan yang membuat kami intens berdoa.
009. Ibu : Buktikan saja, Nak ! Buktikan doa-doa khusuk
bapakmu ! Tuhan pasti akan geli mendengar doa kodian semacam itu.
010. Bapak : (marah) Bune ! Anak kita sedang
bertaruh antara hidup dan mati. Kita sedang dalam keadaan darurat. Lupakan
sejenak kalau kita sedang beda pendapat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar