![]() | ||||
Dipentaskan Teater Tikar di Purwokerto (UMP) - Surakarta (UNS) - Tegal (UPS) - Semarang (UPGRIS & Wisma Perdamaian) bulan September-Oktober 2015 |
Mengancam Kenangan
I
“Kenangan sepertinya bersekutu dengan pagi untuk hadir setiap hari.
Tapi ternyata mereka berdua tidak mengusik, tidak juga berisik.”
Bermula dari suatu pagi yang terlihat seperti senja. Matahari
malu-malu untuk mengucapkan selamat pagi. Tangan setengah tua menggenggam
gagang sapu bak tentara mengangkat senjata. Sama sekali tidak terlihat gemetar
untuk menyapu kerikil-kerikil di ubin teras rumahnya.
Pagi mengucapkan selamat pagi pada Nyonya.
Sedangkan Nyonya sudah terlalu asik untuk membersihkan teras
rumahnya. Di mana kaki-kaki kecil pernah menapak di sana bersama sepasang kaki
besar yang tidak pernah absen menemani. Seperti ada sesuatu yang turut dalam
ijuk sapunya ke kanan kiri, terbuang bergabung bersama debu.
Sedangkan Nyonya berusaha memilah debu mana yang harus ia buang
karena hasil serpihan dari kerikil, dan mana debu yang pernah menempel di
telapak kaki.
Nyonya sibuk memperbaiki pagi, Pagi justru sibuk mencari perhatian
Nyonya dengan mengucapkan selamat pagi.
Nyonya akhirnya mengalah sejenak untuk membalas pagi yang membawa
mentari begitu teriknya.
Nyonya, mengapa kau begitu meluangkan waktu sekedar untuk menyapu
teras rumahmu?
Nyonya tidak mau mendengar apa yang dikatakan Pagi. Pertanyaan itu
seperti sudah lumrah ia dengar setiap pagi. Karena memang ia menyapu teras
rumahnya setiap pagi.
Nyonya, tidakkah kau lelah harus selalu menyapu setiap pagi dan
besok pagi sudah kotor lagi.
Seketika Nyonya menengadah. Ia sungguh tidak suka dengan perkara
kelelahan yang selalu dipertanyakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar